DenganSarana Cincin Mustika Berkhodam Embah Jaya Perkasa, anda akan diberikan amalan ilmu dan bimbingan untuk anda yang dibantu oleh Abah Buyut Rahardjo yang siap untuk membantu anda, disetiap problem masalah apapun yang saat ini anda rasakan. Insyaallah dengan bantuan Abah dan para admin Abah, problem anda segera terselesaikan.
â Batu Dakon dan Tongkat Apung di Dayeuh Luhur Sumedang diyakini menjadi tempat Moksa Eyang Jaya Perkasa. Menurut Dudu 65 juru kunci situs tersebut mengatakan Eyang Jaya Perkasa Embah Sayang Hawu yang dikenal Patih Agung Kerajaan Sumedang Larang. Juga dikenal sebagai manusia gagah tiada tanding sakti mandraguna, beliau pergi meninggalkan Prabu Geusan Ulun, yang dituju adalah Puncak Gunung Rengganis. âKepergian beliau bertujuan untuk menyendiri atau mentafakur diri sendiri serta menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau duniawi nyirnakeun diri. Eyang Jaya Pekasa akhirnya menghilang dengan tanpa meninggalkan jasad. Hanya sebelum menghilang tilem dan ada suara gaib yang datang ke Prabu Geusan Ulun persis suara Eyang Jaya Pekasa. Isi dari suara itu yaitu, yang pertama menjelaskan peninggalan beliau Eyang Jaya Perkasa yanga da di Puncak Gunung Rengganis ialah dua buah benda yang berupa batu, yang satu bekas duduknya, yang menurut para ahli sejarah disebut batu dakon, hingga sekarang masih ada dan suka diangkat oleh para penziarah,â jelasnya Kamis 10 Maret 2022. Ia mengatakan, batu angkat jungjung atau batu Dakon peninggalan eyang Jaya Perkasa diyakini oleh sebagian orang mempunyai beberapa keistimewaan. âMenurut cerita, batu dakon Batu Pamongkanan itu mempunyai keistimewaan. Yaitu kalau kebetulan waktu diangkat terasa ringan. Maka Insya Allah yang dimaksud oleh yang mengangkat batu tersebut akan mudah tercapai dan begitu juga sebaliknya,â imbuhnya Lebih jauh ia mengatakan, ada cara-cara yang harus di taati oleh para peziarah jika ingin mengangkat batu tersebut. Selain Batu Dakon Peninggalan Eyang Jayaperkasa Adalah Sebuah Tongkat Yang Tidak Menyentuh Tanah âCara mengangkat Batu Dakon Baca Istighfar 3 x, Sholawat 1x, lalu baca laa haulaa walaaquwaata Illabillahil aliyyil adsimâ 1 x, dan batas mengangkat minimal sampai pusar sebanyak 3 x. ini sekedar cerita sepuh, kita boleh percaya boleh tidak,â tuturnya Ia mengatakan, selain batu Dakon peninggalan Eyang Jayaperkasa adala sebuah tongkat yang tidak menyentuh tanah. âYang kedua berupa tongkat dengan tinggi 182 CM dan Madelin 27 Cm. Menurut cerita orang Para Sesepuh Dayeuh Luhur, batu yang berdiri itu pada dulunya tidak kena pada tanah terangkat dari tanah ± 30 Cm itu ditumpuk batu-batu kecil hingga kelihatan merapat dengan tanah dan sekarang batu tersebut dipagar ini dimaksudkan supaya konsentrasi pada penziarah tidak terganggu dan keamanan batu tersebut. Batu yang beridir tersebut menurut para ahli sejarah disebut batu Menhir,â imbuhnya Ia berpesan siapapun yang hendak berziarah harus dengan hati yang suci. âSelanjutnya berupa amanat Eyang Jaya Perkasa yang berbunyi. Barang siapa dari keturunan kerajaan ataupun yang lainnya yang maksud berziarah ke Eyang Jaya Perkasa. Tidak diperbolehkan membawa hati yang kotor berniat jahat, penuh dengan iri dengki, hasud dan lain sebagainya,â pungkasnya. Perlu diketahui Istilah moksa sendiri, sering didengar dalam agama Hindu dan Buddha. Yang memiliki arti kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan.
Profillengkap PT. PUSAKA JAYA PERKASA Kab. Bekasi: kontak,direksi, portfolio/pengalaman, produk dan layanan serta kualifikasi dan klasifikasinya. Pelajari PT. PUSAKA JAYA PERKASA Kab. Bekasi selengkapnya
BEKASI REGENCY Company information General information about PT. Pusaka Jaya Perkasa Registered name PT. Pusaka Jaya Perkasa Legal entity type Limited liability company Business number 657118 Registered address KP. GABUS RAWA City BEKASI REGENCY Source Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. Note that the official phone number and address might be different from the operational ones. User contributed information Information about PT. Pusaka Jaya Perkasa provided by the Companies House users Website Update Phone 081386206879 Logo Update WhatsApp number Update Industry Update Companies House cannot confirm that the user generated information is 100% accurate. Please submit correct information if you find inaccuracies. Product information Official company report of PT. Pusaka Jaya Perkasa as provided by the Ministry of Law and Human Rights of Indonesia. Delivered in 1 working day Latest information from the government
EyangJaya Perkasa. Berita Maret 15, 2022 Maret 16, 2022. Tanah dan Air Keramat dari Dayeuhluhur Sumedang Dibawa ke Ibu Kota Negara. Berita Terkait. Ternyata Gara-gara Ini, Peziarah Dilarang Pakai Batik Saat Ziarah Makam Keramat Dayeuhluhur Sumedang.
Memakai baju batik bagi keturunan Embah Jaya Perkasa ternyata dilarang bagi keturunannya saat berziarah ke makamnya di Gunung Rengganis, Sumedang, Jawa Barat. Konon hal ini terkait sumpah yang diucapkan Embah Jaya Perkasa saat menghilang tanpa bekas di Gunung tersebut usai menghadap sang Raja Prabu Geusan Ulun. Embah Jaya Perkasa atau Sanghiyang Hawu adalah salah satu Patih Kerajaan Sumedang Larang saat diperintah Raden Angka Wijaya atau lebih dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun. Sebelumnya Sanghiyang Hawu adalah Patih di Kerajaan Pakuan Padjajaran saat dipimpin Prabu Nilakendra. Namun saat itu di Pakuan Padjajaran sedang ditimpa kekacauan karena mendapat serangan dari Kerajaan Banten yang dipimpin Syeh Maulana Yusuf. Sehingga Prabu Nilakendra berangkat meninggalkan kerajaan. Hanya sebelum berangkat Prabu Nilakendra memanggil dulu empat patih kepercayaan kerajaan Kandaga Lente yaitu Sanghiyang Hawu Embah Jaya Perkasa; Bantara Dipatiwijaya Embah Nanganan; Sanghiyang Kondang Hapa; Batara Pancer Buana Embah Terong Peot. Amanat Prabu Nilakendra memberikan mahkota kerajaan kepada Prabu Geusan Ulun Raja Sumedang Larang sebagai penerus Kerajaan Padjajaran. Pada akhirnya ke empat Kandaga Lente tersebut datang ke Sumedang Larang untuk menyampaikan amanat Prabu Nilakendra, yaitu untuk berbakti kepada Kerajaan Sumedang Larang Geusan Ulun sebagai penerus Padjajaran. Dengan adanya penyerahan mahkota dan penyertaan berbakti dari Raja Padjajaran, maka seluruh wilayah kekuasaan Padjajaran dikuasai oleh Sumedang Larang. Sehingga Embah Jaya Perkasa dan ke tiga saudaranya diangkat sebagai patih di Sumedang Larang. Konon waktu itu di daerah Sumedang sudah banyak masyarakat yang menganut agama Islam. Karenanya sang raja karena masih merasa banyak kekurangan di bidang Agama Islam. Prabu Geusan Ulun pun berangkat ke Demak untuk belajar agama Islam. Keberangkatan Prabu Geusan Ulun diiringi ke empat patih yang setia tersebut. Usai berguru di Demak hingga akhirnya Prabu Geusan Ulun pulang, sebelum sampai ke Sumedang Larang dia mampir dulu ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Pangeran Giri Laya Raja Cirebon. Pangeran Giri Laya menerima kedatangan Prabu Geusan Ulun dan dirinya masih satu keturunan dari Sunan Gunung Jati. Rakyat dan keluarga kerajaan di Cirebon semua merasa segan bahkan memuji kepada sang Prabu Geusan Ulun. Ini dikarenakan sikap Prabu yang ramah, masyarakat juga ditambah dengan ketampanan Sang Prabu yang tiada duanya. Ketika Geusan Ulun memasuki pendapa, para menak dan Pangeran Cirebon terpesona melihat Raja Sumedang Larang. Badannya tinggi besar, wajahnya tampan, hidungnya mancung, keningnya bercahaya, dan sikapnya ramah tamah. Ketika Pangeran Geusan Ulun bertukar pikiran dengan Pangeran Girilaya, permaisuri Pangeran Girilaya, Ratu Harisbaya menyajikan santapan. Ketika melihat Prabu Geusan Ulun, permaisuri itu terpukau dan jatuh hati dengan ketampanan Prabu Geusan. Kemudian Prabu Geusan Ulun bermalam di masjid dengan alasan hendak menenangkan pikiran. Namun pada suatu hari, ketika Prabu Geusan Ulun tidur di masjid, pada tengah malam terdengar bunyi langkah orang yang mendekatinya. Ketika sudah dekat ternyata orang itu adalah Ratu Harisbaya. Prabu Geusan Ulun sangat terkejut, seluruh badannya menggigil ketakutan, pikirannya gelap tidak tahu apa yang harus diperbuat. Segeralah dia memanggil keempat patihnya, baginda mengajak berunding bagaimana caranya menasihati Ratu Harisbaya yang sudah tergila-gila olehnya, yang akan bunuh diri jika tidak terlaksana. Prabu Geusan Ulun sangat bingung menghadapi perkara yang sangat sulit itu. Namun menurut saran Embah Jaya Perkasa, Ratu Harisbaya lebih baik dibawa ke Sumedang Larang sebab jika dibawa atau tidak tetap akan menimbulkan keributan. Sehingga malam itu juga Prabu Geusan Ulun, keempat pengiringnya, dan Ratu Harisbaya berangkat ke Sumedang Larang tanpa pamit lebih dulu kepada Pangeran Girilaya. Keesokan harinya di Keraton Cirebon gempar bahwa Ratu Harisbaya hilang meninggalkan Pangeran Gerilaya. Dicarinya ke masjid, teryata tamu pun sudah tidak ada. Segeralah Pangeran Girilaya membentuk pasukan untuk mengejar dan menyerang Prabu Geusan Ulun. Dalam pengejaran di suatu tempat tercium bau wangi pakaian Ratu Harisbaya. Tempat itu kemudian disebut Darmawangi. Pasukan tentara Cirebon bersiap - siap hendak menyergap Prabu Geusan Ulun. Terjadilah pertempuran yang seru antara ke empat pengiring dengan pasukan Cirebon. Namun pasukan Cirebon diamuk oleh Embah Jaya Perkasa sehingga lari tunggang langgang. Prabu Geusan Ulun, keempat pengiringnya, dan Putri Harisbaya sudah tiba di Kutamaya. Ratu Harisbaya ditempatkan di sebuah tempat yang dijaga ketat oleh hulubalang. Baginda Prabu Geusan Ulun tidak berani dekat-dekat apalagi memegang tangannya sebab Putri Harisbaya belum menjadi istri, belum diceraikan oleh Pangeran Girilaya. Pada suatu waktu terbetiklah berita oleh Embah Jaya Perkasa bahwa Cirebon akan menyerang Sumedang Larang. Berita itu segera disampaikan kepada ketiga temannya dan kemudian keempat orang itu menghadap Prabu Geusan Ulun untuk dirundingkan. Dalam perundingan diputuskan bahwa tentara Cirebon sebelum menyerang harus dihadang di perbatasan jangan sampai Sumedang Larang dijadikan medan pertempuran. Embah Jaya Perkasa berkata kepada Prabu Geusan Ulun. "Paduka yang mulia!. Hamba berempat sanggup menghadap musuh. Gusti jangan khawatir dan jangan gentar, diam saja di keraton. Hanya hamba akan memberi tanda yaitu hamba akan menanamkan pohon hanjuangi di sudut alun - alun. Nanti, jika perang sudah selesai, lihatlah! Jika pohon hanjuang itu rontok daunnya suatu tanda bahwa hamba gugur di medan perang, tetapi jika pohon itu tetap segar dan tumbuh subur itu suatu tanda bahwa hamba unggul di medan perang,".Setelah berkata demikian Embah Jaya Perkasa segera menanamkan pohon hanjuang di sudut alun-alun. Pohon hanjuang itu tumbuh dengan suburnya bagai ditanam sudah beberapa minggu saja. Selesai menanamkan pohon hanjuang, berangkatlah keempat andalan negara itu ke medan perang, mempertaruhkan nyawanya. Sesampainya di perbatasan, terlihat tentara Cirebon sedang berjalan berbaris menuju Sumedang Larang. Melihat barisan tentara Cirebon yang sangat panjang itu segeralah keempat patih bersujud memohon perlindungan kepada Yang Maha Agung. Terjadilah perang yang seru sekali. Berkat kesaktian keempat patih itu tentara Cirebon banyak yang tewas. Embah Jaya Perkasa mengamuk di tengah-tengah barisan tentara Cirebon, terus mengobrak-abrik. Mayat bergelimpangan bertumpang tindih tak terhitung banyaknya sehingga beberapa tentara Cirebon yang masih hidup lari tunggang-langgang. Tentara Cirebon yang masih hidup itu terus dikejar oleh keempat patih. Embah Jaya Perkasa yang telah banyak membunuh, makin bersemangat, dia terus mengejarnya, makin lama makin jauh dari ketiga temannya. Setelah sekian lamanya Embah Jaya Perkasa tidak kelihatan kembali. Karena tidak kunjung datang, ketiga patih lainnya pulang ke Sumedang Larang akan mengabarkan keadaan Embah Jaya Perkasa kepada Prabu Geusan Ulun. Mendengar berita hilangnya Embah Jaya Perkosa, Prabu Geusan Ulun bingung, tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Akhirnya tanpa melihat pohon hanjuang di sudut alun-alun, sang prabu memerintahkan agar semua rakyat yang mau mengabdi segera meninggalkan Sumedang Larang. Mendengar titah rajanya itu segeralah rakyat mengikuti rajanya dengan membawa apa saja yang dapat dibawanya. Rombongan Prabu Geusan Ulun sudah sampai di Batugara. Di sana permaisuri baginda, yang bernama Nyi Mas Gedeng Waru, sakit keras sampai wafatnya. Karena Batugara tidak cocok untuk keraton kemudian terus menuju lereng sebuah gunung, di sana dapat melihat pemandangan ke mana-mana. Sesudah beristirahat, lereng gunung itu dibuka dan didirikanlah keraton serta alun-alun. Bekas alun-alun itu sekarang masih ada disebut Dayeuhluhur. Syahdan, Embah Jaya Perkasa yang mengejar-ngejar sisa tentara Cirebon, kemudian kembali ke tempat ketiga patih menunggu. Ketika tiba di sana ketiganya tidak ada, dicarinya ke mana-mana tidak dijumpainya, kemudian dia menuju Kutamaya. Setiba di sana seorang pun tidak ditemukannya, terus dia lari ke alun-alun melihat pohon hanjuang yang ditanamnya dahulu. Ternyata pohon itu tumbuh subur, daunnya banyak. Dengan demikian dia bertambah marah. Ketika berpaling ke sebelah timur terlihat olehnya asap mengepul-ngepul di lereng gunung. Dengan mengentakkan kakinya keras-keras ke bumi, seketika itu juga dia sudah berdiri, di lereng gunung itu. Gunung itu sekarang disebut Gunung Pangadegan. Tidak lama Embah Jaya Perkasa sudah berhadapan dengan Prabu Geusan Ulun, dia menyembah kemudian berkata. "Gusti! Mengapa kerajaan Gusti tinggalkan? Tidaklah Gusti percaya kepada hamba?" Prabu Geusan Ulun bertitah dengan suara perlahan-lahan. "Oh, Eyang! Eyanglah tulang punggung Kerajaan Sumedang Larang. Kami merasa gugup setelah mendengar berita bahwa Eyang tewas dalam medan perang. Kami ingin menyelamatkan rakyat maka kami pergi meninggalkan Kutamaya. Dari sini terlihat jelas ke mana-mana dan musuh pun dari jauh sudah terlihat,". Kemudian Embah Jaya Perkasa berkata," Mengapa Gusti tidak melihat tanda yaitu pohon hanjuang yang hamba tanam?,". "Maafkan kami Eyang. Ketika itu kami sama sekali lupa." "Dari siapa Gusti mendengar kabar bahwa hamba telah tewas,?". "Dari Embah Nanganan," kata sang Prabu. Mendengar jawaban Prabu Geusan Ulun demikian itu, Embah Jaya Perkasa menjadi - jadilah marahnya. Ketika itu juga Embah Nanganan ditikamnya sampai meninggal dunia. Adapun temannya yang dua orang lagi yaitu Embah Kondang Hapa dan Embah Batara Pencar Buana ditangkapnya dan dilemparkan melampaui gunung. Embah Kondang Hapa jatuh di Citengah. Sampai sekarang penduduk Citengah masih percaya bahwa tidak boleh mengucapkan kata "hapa" sebab roh Embah Kondang Hapa menitis kepada yang mengucapkannya. Makamnya sampai sekarang masih ada di Citengah. Embah Batara Pencar Buana atau Embah Terong Peot jatuhnya di daerah Cibungur. Konon, setelah ketiga temannya menjadi korban kemarahannya, Embah Jaya Perkasa mengucapkan kata-kata. "Kalau ada keturunan di Kutamaya sejak saat ini janganlah mau mengabdi kepada menak sebab kerja berat tetapi tidak terpakai. Besok lusa jika aku dipanggil oleh Yang Maha Agung, mayatku janganlah sekali - kali dibaringkan, tetapi harus didudukkan. Jika ada anak cucuku atau siapa saja yang hendak menengok kuburanku janganlah memakai kain batik dari Jawa,". Setelah mengucapkan kata-kata itu Embah Jaya Perkasa terus ke Gunung Rengganis, di puncak gunung itu dia berdiri, kemudian menghilang, menghilang tanpa bekas. Di atas gunung tempat berdirinya Embah Jaya Perkasa kemudian ditemukan batu yang berdiri sampai sekarang batu itu menjadi batu keramat. Adapun Prabu Geusan Ulun sepeninggal keempat patihnya itu tidak pindah ke mana-mana, tetap mengolah negara Dayeuh luhur sampai wafatnya. Sumber- Wikipedia dan diolah berbagai sumber-
INISUMEDANGCOM - Eyang Jagariksa dikenal memiliki sejumlah pusaka, seperti Sorban putih, Keris berluk tiga sampai Sembilan, Besi Kuning dan Gobang yang diyakani mempunyai keitsimewaan tingkat energi dan kesakitan yang tinggi dengan keistimewaan yang berbeda-beda.. Bentuk Sorban Putih Gaib milik Eyang Jagariksa ini, sama dengan bentuk sorban pada umumnya namun memiliki panjang kurang lebih
Important Note Regarding the delivery of reports You will receive the verified company reports, along with the English translated version by email within 3 to 12 hours max. In rare cases of the report's unavailability, we will refund within 24 hours. It happens in rare cases due to the company's pending arbitration in court or due to recent deregistration filing, thus the information becomes inaccessible in the database even if the company registration number exists. For any other info or question, please connect with us Max 10 reports can be purchased in one transaction Please allow us sometime. We will confirm the availability. PT Pusaka Jaya Perkasa - Indonesia Company Registration Information Basic company information of Pusaka Jaya Perkasa, Indonesia Corporate Name Pusaka Jaya Perkasa Incorporation type Limited Liability Company Registered Address KP. GABUS RAWA City Jawa Barat Business number 657118 Date Of Deed 17-Sep-14 Deed Number 21 Decree Date 14 Oktober 2014 Legal Entity Type PT Sk Number Notary Public HALIMAH SA'DIYAH, SH Publication Year 2014 Tbn Number 60057 Bn Number 103 WhatsApp / Mobile Update Product or Service Update Last visit 06 Jun, 2023, 0337 AM Total Visitors Since 18 Feb 27 Ask Questions View Questions Related to the services or products from Pusaka Jaya Perkasa Latest Government Records Original & English
SeksiPusaka Mistik Jawa. sms +6281390878881 +6281390878881 1000JIN / D396CC6D [email protected] Home pusaka eyang jaya perkasa. pusaka eyang jaya perkasa . Ajian Penangkal Trisula Khodam Naga Kembar. Rp 1.500.000 . Detail Beli. Order Sekarang » SMS : +6281390878881 ketik
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Saat kepemimpinan Prabu Guru Aji Putih abad XII nama kerajaan tersebut adalah Kerajaan Tembong Agung Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur. Dan pada masa zaman Prabu Tajimalela nama kerajaan diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata âInsun medal; Insun madanganâ. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya. ===================================================================== Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati bupati. Prabu Geusan Ulun 1580-1608 M dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi Priangan kecuali Galuh Ciamis. Kerajaan Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada masa kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi yang disebut sebagai Kandaga Lante untuk pergi ke Kerajaan Sumedang Larang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang. Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot. Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten wadyabala Banten tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali kecuali Cirebon dan Jayakarta, batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia. Pada masa itu, Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya Kandaga Lante. Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang Larang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua berasal dari keturunan Sunan Gunung Jati. Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang, tanpa sepengetahuan Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dan karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang Larang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang Larang. Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang Larang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung sekarang Majalengka untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur. ================================================================== Baiklah, cukup dengan informasi yang saya dapatkan dari Wikipedia. Karena saat ini, saya ingin menulis tentang penggalan kisah yang saya dapatkan dari keturunan anggota keluarga Pajajaran yang kemudian masuk ke dalam kerajaan Sumedang Larang. Saya menulis kisah ini berdasarkan penuturan seorang ibu yang bernama Lia Juanita Suherli, istri dari alm. Charles van Rijk, di mana ibu mertua ibu dari alm. Charles van Rijk merupakan keturunan dari Eyang Jaga Baya yang merupakan seorang tokoh pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun. Cerita ini diceritakan secara turun-temurun, dan saya merasa sangat beruntung dapat mendengarnya secara langsung. Saya mohon maaf sebelumnya jika ada kesalahan atau kekurangan pada tulisan ini dari cerita yang sesungguhnya. Diceritakan bahwa ibu dari Charles van Rijk yang bernama oma Iyot adalah putri dari Aki Adjoem nama kecil yang merupakan putra sulung dari Eyang Jaya Manggala. Eyang Jaya Manggala merupakan keturunan dari Eyang Jaga Baya yang bersaudara dengan Eyang Jaya Perkosa Sanghyang Hawu dan Eyang Terong Peot Batara Pancar Buana. Sesuai dengan informasi Wikipedia di atas, Prabu Geusan Ulun bersama dengan Kandaga Lante mengunjungi Cirebon. Dan kemudian Prabu Geusan Ulun membawa pulang Ratu Harisbaya. Pada saat itu Prabu Geusan Ulun telah memiliki seorang permaisuri bernama Ratu Kencana Wungu. Ratu Kencana Wungu setelah mengetahui bahwa Prabu membawa seorang Ratu baru yang kemudian dinikahinya meninggalkan kerajaan Sumedang Larang dan bertapa di suatu tempat. Ratu Kencana Wungu meninggalkan kerajaan dan melepas semua atribut kerajaannya karena tidak menginginkan Prabu Geusan Ulun memiliki dua orang Ratu. Ratu Kencana Wungu mengganti namanya menjadi Nyimas Cukang Gedeng Waru, dan beliau kemudian mengabdikan dirinya untuk membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Salah seorang dari Kandaga Lante, yaitu Eyang Jaya Perkosa yang pulang belakangan mengetahui bahwa Ratu Kencana Wungu telah meninggalkan kerajaan. Eyang Jaya Perkosa yang saat itu menjadi kaget dan sedih karena kepergian Ratu Kencana Wungu, bertanya pada adiknya yang adalah Eyang Jaga Baya. Percakapan yang sesungguhnya dalam bahasa Sunda, namun saya menulisnya dalam bahasa Indonesia. Percakapan dalam tulisan ini adalah percakapan yang mewakili percakapan yang sesunguhnya terjadi. âMengapa adik membiarkan hal ini terjadi? Mengapa adik membiarkan Ratu pergi dari kerajaan?â Eyang Jaga Baya menjawab, âSaya tidak berani, karena Prabu telah berkehendak demikian menikah dengan Ratu Harisbayaâ. Eyang Jaga Baya tentu merasa kesulitan untuk menentang dan menghalangi kepergian Ratu Kencana Wungu. Namun, Eyang Jaya Perkosa menjadi marah setelahnya dan berkata, âKalau begitu adik tidak pantas untuk berada di sini!â Seketika itu juga Eyang Jaya Perkosa menendang Eyang Jaga Baya hingga 5 km jauhnya. Namun, karena Eyang Jaga Baya juga memiliki kesaktian yang tinggi, Eyang mendarat dengan kedua kaki berdiri di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Nangtung. Nangtung memiliki arti berdiri dalam bahasa Indonesia. Sejak saat itu, Eyang Jaga Baya menetap di Nangtung begitu juga dengan keturunannya. Nama asli dari Eyang Jaga Baya hingga saat saya menulis cerita ini tidak tercantum pada tulisan dalam Wikipedia di atas. Saya tidak tahu mengapa? Mungkin karena Eyang Jaga Baya memiliki nama lain yang saya belum dapatkan informasinya atau karena hal lain. Yang pasti nama Jaga Baya merupakan nama keprajuritan yang memiliki arti sebagai berikut, Jaga = menjaga, Baya = marabahaya. Jadi, sesuai dengan namanya Eyang Jaga Baya memang bertugas untuk menjaga dari suatu marabahaya. Eyang berjaga di daerah Cadas Pangeran pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun yang saat itu merupakan pintu masuk menuju kerajaan Sumedang Larang. Museum Geusan Ulun
Andabisa menghubungi Pusaka Jaya Putratama Perkasa. PT lewat telepon menggunakan nomor (024) 3559359. Bisnis di Kode Pos 50126. 475 Bisnis di 50126. Sekitarnya. Kode Area. Harga. Kategori. Perusahaan Sejenis Terdekat. Studio 66 Kamar Musik. 0,51 km. PT. Mandala Adhiperkasa Sejati. 0,92 km. Pancamanunggal Wiradinamika, PT. 0,94 km
ï»żKompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Saya terbangun pukul karena Hp berbunyi, ada panggilan telpon dari seorang teman lama. Terdengar dari sana suara teman saya bercampur nafas yang sedikit terengah-engah seperti orang yang sudah melakukan pekerjaan berat, lalu dia menceritakan pengalamannya malam tadi ber Samadhi di Makam Eyang Jaya Perkasa di daerah Sumedang, Jawa Barat. Teman saya tersebut bernama Pak Sudayat, berasal dari Pandeglang, Banten. Karena ia beristeri seorang perempuan Sumedang, maka Pak Sudayat berdomisili di Sumedang. Pak Sudayat adalah seorang spiritualis yang ikhlas mendukung Capres Prabowo, melalui olah spiritualnya. sumber gambar Menurut ceritanya via telepon, malam tadi selepas tarawih, Pak Sudayat ingin menyepikan diri dari keramaian di tempat yang representatif menurut pendapatnya, yakni di Makam Eyang Jaya Perkasa Sumedang, yang kebetulan berdekatan dengan rumah tempat tinggalnya, bagi yang belum tahu mengenai siapa Eyang Jaya Perkasa, bisa baca kisahnya di sini. Maksud dan tujuan Pak Sudayat menyepi adalah bermunajat dan memohon kepada Tuhan di tempat petilasan leluhur sekalian berziarah kepada leluhur menurut pengakuannya bukan menyembah dan meminta kepada makam leluhur. Ada pun yang dimohonkan kepada Tuhan di makam leluhur oleh Pak Sudayat adalah agar Capres yang diidolakannya, yakni Capres no. urut 1 Prabowo, menang dalam Pilpres esok hari hari ini dan mulus menapaki kursi kepresidenan tanpa gangguan dan halangan apa pun. Namun yang terjadi kemudian, setelah sekitar 2 jam Pak Sudayat ber Samadhi mengheningkan cipta, memohon perkenan doâa kepada Yang Maha Kuasa, tiba-tiba arah duduknya yang menghadap cungkup makam dibalikkan oleh suatu kekuatan gaib yang tidak terlihat, sehingga posisi duduk bersilanya yang semula menghadap cungkup makam, menjadi membelakangi cungkup makam. Hal aneh inilah yang diceritakan oleh Pak Sudayat via telepon pada dini hari tadi kepada saya. Kesimpulan dari Pak Dayat adalah, mungkin Tuhan memberikan petunjuk melalui wangsit di makam leluhur, bahwa Capres yang diidolakannya itu Prabowo, yang meski di atas kertas menurut keyakinan Pak Sudayat, semula dipercayai akan memenangi Pilpres, rupanya akan kalah telak oleh pasangan no. urut 2. Oleh karena Pak Sudayat tahu bahwa saya ini adalah pendukung Capres Jokowi, maka Pak Sudayat ingin memberitahukan pertanda alam yang mengindikasikan kekalahan Capres idolanya, dan mengakui akan keunggulan Capres dukungan saya Jokowi. Meskipun meyakini akan kalah, Pak Sudayat mengatakan bahwa ia akan tetap mencoblos Prabowo pada Pilpres hari ini, sebagai bentuk kesetiaannya. Serta walau pun belum terjadi pemungutan suara dan ada hasil hitung cepat yang setidaknya bisa menggambarkan siapa pemenang Pilpres hari ini, tetapi Pak Sudayat sudah berani memprediksi bahwa Jokowi akan menang telak. Begitulah cerita seorang kawan yang berbeda pilihan politik dengan saya, tetapi kami tetap berteman akrab dan saling menghargai satu sama lain. Tidak hanya berbeda dalam pilihan politik, tetapi juga mungkin dalam pandangan mengenai kepercayaan. Pak Sudayat mempercayai hal-hal klenik, seperti menyepi di tempat petilasan leluhur yang ia percayai sebagai media mendekatkan diri kepada Tuhan. Sedangkan saya cukup dengan hal yang mudah saja untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tidak perlu jauh-jauh ke makam leluhur jika hanya ingin berdoâa dan memohon petunjuk, cukup ke Mesjid saja yang âRumah Tuhanâ, bahkan di rumah pun jadi jika hanya untuk berdoâa dan memohon petunjuk Tuhan dengan shalat hajat atau istikharah, karena bahkan Tuhan lebih dekat dari urat leher manusia. Tapi saya pribadi pun sering juga mengunjungi makam leluhur, tetapi bukan untuk bermeditasi atau mohon petunjuk, melainkan sebagai wisata sejarah mengenal masa lalu dengan menapaki peninggalan sejarah, diantaranya makam-makam leluhur. Karena itu, mengenai wangsit yang didapat oleh teman saya tersebut, tidak sepenuhnya saya percayai. Tetapi yang lebih saya percayai adalah keyakinan diri saya, bahwa in sya Allah, Jokowi akan menang Pilpres hari ini, bukan atas dasar wangsit, melainkan keyakinan diri ! Lihat Politik Selengkapnya
Bendabenda pusaka Prabu Siliwangi dan Kian Santang, berupa pusaka peningalan dari Syekh Sunan Rochmat Suci atau Raden Kian Santang diantaranya adalah : Prabu Siliwangi memerintahkan Eyang Jaya Perkasa untuk membuat tida senjata keramat yang merupakan senjata kujang yang di tiap pegangannya diberi bentuk harimau dengan warna yang berbeda.
In 1992, PT PJB and PT PJI commenced cooperation with Chinese engineering company - Shandong Machinery Import and Export Group SDMIEC. This collaboration had since spawned the successful construction of many coal-fired steam power plants all over Indonesia. As a representative of SDMIEC in Indonesia, PJB and PJI aim to provide electricity to remote and isolated areas by facilitating the construction of the power plants. In 2003, following Albert Wu's vision, the company's first independent power producer IPP project was constructed. The 2 x 7 megawatt MW power plant in Lati Berau, East Kalimantan started operations in 2004 and is legally registered as PT Indo Pusaka Berau PLTU; as another one of PJB's subsidiaries. Following the success of the first IPP project, in 2005 the Regional Government of Palu officially invited PJB to assist in Palu's electricity crisis. As a response to this invitation, PJB constructed two coal-fired steam power plants as an IPP. This power plant has the capacity of 2 x 15 MW and is legally registered under PT Pusaka Jaya Palu Power PJPP, PLTU - PJB being one of the shareholders. Since then PJB and PJI has, under the management of Albert Wu, facilitated the construction of many more power plants in Indonesia. We are very proud and very humbled to assist in filling the electricity demands of the Indonesian Government and private industries.
ZYuf. 07ssc2zxga.pages.dev/31907ssc2zxga.pages.dev/7907ssc2zxga.pages.dev/20307ssc2zxga.pages.dev/36307ssc2zxga.pages.dev/15907ssc2zxga.pages.dev/22907ssc2zxga.pages.dev/1707ssc2zxga.pages.dev/12207ssc2zxga.pages.dev/15
pusaka eyang jaya perkasa